HANNAMARUKU

HANNAMARUKU

Selasa, 30 Agustus 2022

Toleransi Dalam Beragama

 

Toleransi Dalam Beragama

Toleransi sangat dibutuhkan untuk menjaga keharmonisan dan keserasian dalam lingkungan sosial. Indonesia merupakan negara yang memiliki begitu banyak keragaman yang meliputi keberagaman suku, ras, budaya, adat istiadat dan agama. Semua itu tidak lepas dari yang namanya toleransi, bagaimana kita dapat menghargai dan menghormati perbedaan tanpa memandang semua itu. Dengan kata lain, banyaknya perbedaan yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi menjadi pemicu konflik yang dapat terjadi antar masyarakat. Banyak sumber yang dapat menyebabkan konflik itu terjadi misalnya konflik antar etnis, antar budaya, antar suku, antar adat istiadat, dan tak terkecuali hal yang menyangkut persoalan dengan agama.

Sebelum kita membahas lebih dalam tentang toleransi dalam beragama alangkah baiknya jika kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan toleransi itu sendiri. Istilah toleransi berasal dari Bahasa Latin, “tolerare” yang berarti sabar terhadap sesuatu. Jadi toleransi merupakan suatu sikap atau perilaku manusia yang mengikuti aturan, di mana seseorang dapat menghargai, menghormati terhadap perbedaan orang lain. Istilah toleransi dalam konteks sosial budaya dan agama berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu masyarakat, seperti toleransi dalam beragama, dimana kelompok agama yang mayoritas dalam suatu masyarakat, memberikan tempat bagi kelompok agama lain untuk hidup di lingkungannya.

Dengan adanya sikap toleransi, konflik dan perpecahan antarindividu maupun kelompok tidak akan terjadi karena toleransi merupakan modal utama dalam menghadapi keragaman dan perbedaan. Syarat terjadinya toleransi adalah adanya dua atau lebih pihak yang berinteraksi yang sama sama memiliki perspektif yang sama mengenai kerukunan yang harus diciptakan di suatu lingkungan, komunitas, atau bangsa tertentu. Sikap toleran masyarakat dalam kehidupan tidak berkontribusi secara sepihak tetapi harus melibatkan semua anggota komunitas yang baik.

Toleransi itu tidak bisa tiba tiba muncul begitu saja melainkan adanya faktor faktor pendukung yang turut menciptakan suasana toleransi itu sendiri didalam tubuh masyarakat dan juga adanya faktor penghambat yang bisa memudarkan bahkan menghilangkan sikap toleransi. Untuk faktor pendukung antara lain yaitu :

a. Faktor Memperkuat landasan toleransi antar umat beragama dengan pemerintah setempat. Peran pemerintah sangatlah penting untuk menjaga dan menciptakan adanya toleransi dalam masyarakat.

b. Membangun kerukunan sosial dan persatuan bangsa dalam bentuk untuk mendorong dan membimbing seluruh umat beragama.

c. Mengintegrasikan cinta dan kasih sayang ke dalam kehidupan umat beragama, menghilangkan rasa curiga terhadap pemeluk agama lain dan menciptakan suasana harmonis antar umat beragama.

d. Sadar bahwa perbedaan merupakan realitas dalam kehidupan bermasyarakat.

e. Saling membantu dan menolong sesama umat beragama dengan cara apapun, meminimalkan konflik atau  kesalahpahaman antar umat beragama.

Dan untuk faktor penghambatnya adalah :

a. Rendahnya sikap toleransi yang mengakibatkan adanya sikap saling curiga antara agama satu dengan yang lainnya.

b. Kepentingan politik

c. Sikap masyarakat yang fanatisme terhadap agama tertentu, merasa agama yang dianutnya adalah benar. Karena pada dasarnya tidak ada agama yang mengajarkan tentang kekerasan dan permusuhan. Dengan fanatisme, akan timbul kesalahpahaman secara berlebihan, baik itu pemahaman politik, agama maupun budaya.

Lalu peran pemerintah juga sangat berpengaruh dalam menjaga kerukunan antar umat beragama, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah antara lain mengeluarkan peraturan perundang-undangan salah satu contohnya Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”) menjelaskan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali,” namun faktanya ada beberapa sekelompok orang atau institusi yang tidak memiliki toleransi untuk bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya dan mendirikan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap provinsi untuk memelihara kerukunan antar umat beragama.

Kira kira apa sih yang akan terjadi jika toleransi antaragama itu tidak ada:

  • 1.     Adanya perpecahan bangsa yang terjadi karena konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bisa karena ekonomi, status sosial, ras, suku, agama, dan kebudayaan.
  • 2.    Memandang masyarakat dan kebudyaan sendiri lebih baik, sehingga menimbulkan sikap merendahkan kebudayaan lain. Sikap ini mendorong konflik antarkelompok
  • 3.    Terjadinya konflik ras, antarsuku, atau agama
  • 4.     Terjadinya kemunduran suatu bangsa dan negara, karena pemerintah sulit membangun kebijakan
  • 5.    Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan
  • 6.  Menghambat usaha pembangunan dan pemerataan sarana dan prasarana

Dan adapun beberapa cara menghindari sikap intoleransi sebagai berikut:

1.     Tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain

2.      Peduli terhadap lingkungan sekitar

3.     Tidak mementingkan suku bangsa sendiri atau sikap yang menganggap suku bangsanya lebih baik

4.      Tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu

5.     Tidak menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan

6.     Tidak mencari keuntungan diri sendiri daripada kesejahteraan orang lain

Adapun salah satu contoh akibat jika tidak adanya toleransi dalam beragama yaitu pada abad ke-17 telah terjadi pertempuran di Eropa tengah tepatnya di negara Jerman akibat konflik keagamaan. Perang ini dinamakan perang 30 tahun, perang ini terjadi dari tahun 1618 sampai 1648 dan melibatkan sebagian besar kekuatan-kekuatan di kawasan tersebut. Perang ini  terjadi antara agama Katolik dan Protestan yang membentuk Kekaisaran Romawi Suci.

Konflik agama ini muncul ketika Kaisar Ferdinand II menduduki takhta Kekaisaran Romawi Suci. Salah satu tindakannya adalah memaksa warga kekaisaran untuk menganut Katolik, meskipun kebebasan beragama telah diberikan sebagai bagian dari Perdamaian Augsburg yang ditandatangani pada 1555. Namun, dalam perkembangannya, Perang Tiga Puluh Tahun tidak hanya tentang agama, tetapi juga persaingan penguasa Wangsa Habsburg yang berusaha memperluas kendalinya di Eropa. Setelah Kaisar Ferdinand II mengeluarkan dekrit tentang pemaksaan agama Katolik, bangsawan Bohemia, saat ini termasuk wilayah Austria dan Republik Ceko, dengan tegas menolak. Mereka bahkan melakukan pelemparan perwakilannya ke luar jendela di Kastil Praha untuk menunjukkan ketidaksenangan terhadap keputusan kaisar.

Peristiwa Pelemparan di Praha (Defenestration of Prague) pada 1618 adalah awal dari pemberontakan terbuka di negara-negara Bohemia, yang mendapatkan dukungan dari Swedia, Denmark-Norwegia, sekaligus menandai dimulainya Perang Tiga Puluh Tahun. Sampai akhirnnya terjadilah perdamaian Westphalia di tahum 1648, berbagai pihak yang terlibar dalam pertempuran ini menandatangani serangkaian perjanjian yang berisikan prinsip cuius regio, euis religio, yang artinya bahwa setiap negara diberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinannya.

Dari peperangan tersebut bisa diambil makna bahwa kita memang sangat membutuhkan toleransi di negeri kita ini, jika tidak ada maka akan adanya peperangan, pemberontakan, dan lain lain, perdamaian westphalia juga bisa dicerminkan sebagai peraturan perundang-undangan di negeri kita. Maka dari itu marilah kita menerapkan sikap toleransi antar beragama dan mungkin tidak hanya antar agama saja melainkan antar suku, ras, budaya dan lain-lain.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar